Oleh Leila Aboulela
Banyak
sekali nilai yang dapat dipetik dari
sebuah novel. Melalui novelnya “MINARET: Panggilan dari Menara” misalnya, berkisah
tentang Najwa, seorang mahasiswi muda di Universitas Khartoum, Sudan, yang
datang dari keluarga pejabat. Cantik, kebarat-baratan, kaya, punya segalanya, kelihatannya bermasa depan cerah. Namun tidak demikian, sejak tragedi
kudeta militer di Sudan memorak-porandakan segala impiannya. Ayahnya ditangkap
dan dihukum mati, sementara Najwa beserta ibu dan saudara kembarnya, Omar, akhirnya
mengungsi ke luar negeri.
Sebagai
pelarian politik di London, hidup Najwa terus menukik ke dalam jurang
kehancuran. Keluarganya perlahan mulai terserak berantakan. Dirinya sendiri pun
tak terelakkan lagi, semakin terjerumus ke dalam belitan masalah. Omar yang
dipenjara, ibunya yang sakit keras, uang yang semakin menipis sehingga dia
harus bekerja sebagai pembantu, kekasih yang komunis dan tak kunjung
menikahinya.
Jiwanya
yang terimpit memberontak, mencari jalan keluar, berusaha bangkit dari
keterpurukan, mencari pegangan. Najwa pun mendapatkan hidayah. Dia memutuskan
untuk kembali ke jalan-Nya, berjuang untuk membersihkan dan menyucikan diri.
Sebagai pembaca pasti akan mudah menangkap
pelajaran berharga yang sangat besar. Bahwa seorang gadis dipengasingan
kehilangan dan menemukan kembali keyakinannya. Yang semulanya mengaku muslim
tapi shalat hanya untuk mendapatkan nilai ujian yang tinggi dan puasa hanya
pada bulan Ramadhan saja. Setiap harinyapun sering pergi kediskotik. Bahkan
memiliki seorang kekasih yang komunis yang sangat membenci agamanya padahal itu
agamanya sendiri, namun pada akhirnya kekasihnya berjanji untuk menikahinya
malah menikahi sepupunya. Keluarganya sendiripun berantakan karena ayahnya yang
korupsi dan dihukum mati, Ibunya yang sakit-sakitan dan saudara kembarnya
menggunakan obat-obat terlarang. Artinya hanya gara-gara Islam KTP saja membuat
masa depannya jadi suram.
Namun dalam novel ini ada suatu dialog yang
membuat pembaca bingung sebenarnya siapa yang sedang berbicara, seperti pada
kutipan berikut:
Pizza,
Pepsi, keripik, dan saus tomat. Kue mangkuk ta'miyah. Samosa dan chocolate
éclair dari GB. Sandwich isi tuna, telur, sosis, keju putih diaduk dengan
tomat, keju putih dengan zaitun. Aku mengedarkan makanan-makanan itu dalam
kegelapan dan akhirnya menjatuhkan sendok-sendok plastik kedalam pot-pot bunga…….
Karena generatornya rusak membuat pestanya
kacau.
“Listrik
akan kembali menyala….”
“Memangnya ada apa
dengan generatormu? Kenapa kau tidak bisa memperbaikinya?”
“Ayo pergi…”
“Jangan ada yang pergi
kemana-mana. Jangan nekat pergi. Samir…. Kau hanya akan merusak pestanya.”
Dialog diatas membuat pembaca bingung. Siapa
yang sedang berbicara dan siapa yang akan pergi. Sampai selesai membacapun
tidak mendapatkan jawabannya.
0 komentar:
Posting Komentar